Jumat, 01 Februari 2019

TERJEMAH SAFINATUN NAJA DAN KASIFATUS SAJA LENGKAP ( BAGIAN 5)

TERJEMAH SAFINATUN NAJA DAN KASIFATUS SAJA (BAGIAN 5)



SEBAB TAYAMUM

Asbaabuttayammumi Tsalaatsatun :
Faqdul Maa-i ,
Walmarodhu ,
Wal Ihtiyaaju Ilaihi Li’athosyi Hayawaanin Muhtaromin , Waghoyrul Muhtaromi Sittatun :
Taarikush-Sholaati ,
Wazzaanil Muhshonu ,
Walmurtaddu , Walkaafirul Harbiyyu , Walkalbul ‘Aquuru , Walkhinziiru

Sebab-sebab tayammum itu ada3 :
Ketiadaan air ,
dan sakit ,
dan berhajat kepadanya untuk minum binatang yg dimulyakan

Dan selain yg dihormati yaitu 6 :
Orang yg meninggalkan sholat ,
dan pezina muhshon ,
dan orang yg murtad ,
dan kafir harbi ,
dan anjing galak,
dan babi

Penjelasan :
Tiga Sebab Diperbolehkannya Bertayamum;

Pertama, tidak ada air.
Artinya di daerah sekitar tempat tinggalnya tidak ada air sama sekali.
Atau ada air, tapi jaraknya teramat jauh, sehingga jika menuju tempat air tersebut sangat menyusahkan diri.
Atau jika berjalan menuju tempat air,
ditakutkan harta bendanya hilang, meskipun sedikit, atau di perjalanan cukup rawan sehingga dikhawatirkan mengancam keselamatan jiwa dan raganya.
Demikian juga tidak ada air pada saat di perjalanan.

Kedua, sakit.
Orang yang sakit diperbolehkan bertayammum dengan terlebih dahulu melihat dan mempertimbangkan penyakit yang dideritanya.
Jika penyakit yang diderita berupa penyakit fisik yang ketika tersentuh air, maka penyakitnya bertambah parah atau sembuhnya lambat, maka seseorang yang diderita penyakit semacam itu baru diperbolehkan untuk tayammum.

Akan tetapi jika sebaliknya, penyakitnya tidak semakin parah atau lambat proses penyembuhannya ketika tersentuh air, maka tidak boleh bertanyammum.
Hal ini hanya dapat dipastika oleh pertimbangan dokter yang dapat diyakini keputusan dan hasil diagnosanya yang cukup falid atas penyakitnya.
Namun jika tidak ada dokter, maka yang menjadi pertimbangan adalah eksperimentasi atau kebiasaan yang terjadi berkaitan dengan jenis penyakitnya.
Jika pada kebiasanya jenis penyakit yang jika tersentuh air maka akan bertambah parah atau lambat proses penyembuhannya maka seseorang yang sakit boleh melakukan tayamum.
Tapi jika sebaliknya maka tidak boleh.

Ketiga, butuh air karena demi menolong hewan yang dimuliakan yang sedang kehausan yang betul-betul butuh pertolongan. Artinya jika seseorang menemukan air yang sangat terbatas kadarnya, di satu sisi ia butuh untuk berwudlu, dan di sisi lain pada saat yang sama ada hewan yang dimuliakan sedang kehausan dan sangat butuh seteguk air untuk menghilangkan rasa hausnya itu, maka ia harus memberikan air tersebut pada hewan yang membutuhkan demi menyelamatkan nyawanya. Sementara ia sendiri harus bertayammum.

Hewan yang dimuliakan adalah hewan yang haram dibunuh. Sedangkan sekitar ada enam hewan yang tidak dimuliakan menurut fikih klasik, yaitu orang yang tidak menjalankan sholat lima waktu, zina muhson, murtadl, kafir harbi (musuh yang memerangi umat Islam), anjing yang galak dan babi.

Termasuk orang yang harus dimuliakan dan dijaga eksistensinya adalah orang kafir yang berdamai dengan umat Islam, yang diistilahkan dengan kafir dzimmy.

Sekurang-kurangnya ada dua macam kafir,
yaitu pertama kafir dzimmi dan kafir mu’ahad.
Kafir dzimmi adalah umat non-Islam yang berdamai dengan umat Islam dalam satu payung hukum negara.
Sedangkan kafir mu’ahad adalah umat non-Islam yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam untuk hidup rukun dan damai.

Termasuk hewan yang dimuliakan dan tidak boleh dibunuh adalah anjing yang bermanfaat dan tidak galak pada umat manusia.
Ada banyak ajing yang dapat digunakan dengan baik dan bermanfaat bagi manusia, seperti anjing yang dapat digunakan beburu, menjaga rumah atau gudang, menjaga pasar, dll., maka tidak boleh dibunuh.

SYARAT TAYAMUM

Syuruuthu At-Tayammumi ‘Asyarotun :
An Yakuuna Bituroobin , Wa An Yakuunatturoobu Thoohiron , Wa An Laa Yakuuna Musta’malan ,
Wa An Laa Yukhoolithuhu Daqiiqun Wanahwuhu ,
Wa An Yaqshidahu ,
Wa An Yamsaha Wajhahu Wayadaihi Bidorbataini ,
Wa An Yuziilannajaasata Awwalan ,
Wa An Yajtahida Fil Qiblati Qoblahu , Wa An Yakuunattayammumu Ba’da Dukhuulil Waqti , Wa An Yatayammama Likulli Fardhin .

Syarat-syarat tayammum itu ada10 :
Bahwa adalah ia bertayammum dengan debu ,
dan bahwa adalah debunya itu suci ,
dan bahwa tidak adalah debunya itu musta’mal ,
dan bahwa tidak bercampur debunya itu oleh tepung ,
dan bahwa ia sengaja bertayammum ,
dan bahwa ia menyapu mukanya dan dua tangannya dengan 2 kali ,
dan bahwa ia menghilangkan najis pada permulaannya ,
dan bahwa ia berijtihad pada kiblat sebelumnya tayammum , dan bahwa adalah tayammumnya itu setelah masuk.

Penjelasan :
Sepuluh Syarat Bagi Sahnya Tayammum;

Pertama, dengan debu.
Yang dimaksudkan adalah debu yang murni tanpa terkontaminasi dan tercampur oleh apapun.

Kedua, debu yang suci.
Sebagaimana firman Allah ta’ala;
"Fatayammamu sha’idan thayyiban"
(maka bertayammumlah kalian dengan debu yang suci).

Ketiga, debu yang tidak musta’mal.
Artinya debu yang sudah dipakai bertanyammum seseorang maka tidak boleh digunakan kembali oleh orang lain.

Keempat, debu tidak tercampur dengan tepung atau kapur atau sejenisnya.

Kelima, niat.
Tempatnya niat adalah di hati. Dihadirkan pada saat pertama kali mengusapkan demi ke anggota yang pertama wajib dibasuh dengan debu, yaitu wajah.

Keenam, mengusapkan debu pada wajah dan dua tangan dengan dua kali usapan.
Maksudnya adalah mengusapkan debu pada wajah dengan menggunakan satu pengambilan debu. Disusul dengan mengusapkan debu pada tangan dengan menggunakan debu dalam pengambilan yang kedua. Dengan demikian, tidak diperbolehkan atau tidak sah jika satu kali pengambilan debu untuk mengusap wajah dan tangan sekaligus.

Ketujuh, terlebih dahulu menghilangkan najis yang menempel di badan.
Orang yang hendak bertayammum terlebih dahulu harus menghilangkan najis yang ada pada badanya, meski pun bukan anggota tayammum seperti alat kelamin, vagina, dll.. juga harus menghilangkan najis dari baju dan tempatnya seseorang. Berbeda dengan wudlu’.
Sebab jika wudlu bertujuan untuk menghilangkan hadats. Sedangkan tayammum bertujum agar diperbolehkannya mengerjakan shalat (li-istibahat as-shalat).

Menurut sebagian ulama,
seperti Imam ar-Ramli, mengatakan bahwa seseorang yang bertayamum sebelum menghilangkan najis, maka tayammumnya tidak sah.
Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar sebaliknya berpendapat sah.

Kedelapan,
Bersungguh-sungguh menghadap kiblat sebelum melakukan tayamum.
Namun ternyata syarat ini adalah syarat yang oleh sebagian ulama dianggap sebagai syarat yang lemah.
Dengan kata lain, jika seseorang telah melakukan tayammum sebelum bersungguh-sungguh (ijtihad) menghadap kiblat maka sudah dianggap sah.

Kesembilan,
Tayamum dilakukan setelah masuk waktu sholat. Dikarenakan tayamum adalah bersuci dalam kondisi darurat, dan tidak ada darurat sebelum masuk wakti sholat, maka tayamum baru dianggap sah setelah masuk waktu.

Kesepuluh, Tayamum dilaksanakan karena hendak melakukan setiap perkara fardlu. Artinya bahwa satu tayamum tidak sah untuk dua kali pekerjaan fardlu, seperti dua shalat fardlu dzuhur dan asar.
Sehingga setiap hendak mengerjakan perkara fardlu maka harus bertayamum dengan satu kali, dan perkara fardlu berikutnya pun harus mengerjakan tayamum untuk kedua kalinya.

FARDU TAYAMUM
Furuudhuttayammumi Khomsatun :
Al-Awwalu Naqlutturoobi,
Ats-Tsaani Anniyyatu ,
Ats-Tsaalitsu Mashul Wajhi,
Ar-Roobi’u Mashul Yadaini Ilal Mirfaqoini Al-Khoomisu At-Tartiibu Bainal Mashataini

Fardhu-fardhu tayammum itu ada 5 :
Yang pertama memindahkan debu ,
yang kedua niat,
yang ketiga, menyapu wajah,
yang keempat, menyapu 2 tangan sampai 2 sikut ,
yang kelima tertib di antara 2 sapuan.

Penjelasan Makna:
Fardu Tayammum ada 5
Pertama, memindahkan debu yang suci dari wajah ke tangan dan seterusnya.

Kedua, niat tayamum.
Dengan berniat li-istibahat as-shalat (diperbolehkannya mengerjakan ibadah shalat).
Jika hendak mengerjakan shalat fardlu, maka berniat li-istibahat fardl as-shalat (diperbolehkannya mengerjakan shalat fardlu).

Ketiga, membasuh wajah. Namun tidak diwajibkan debu tersebut memasuki celah-celah rambut yang ada di wajah sebagaimana air wudlu.
Bahkan tidak dianggap sunnah.

Keempat, mengusap debu yang suci pada kedua tangan sampai kedua sikutnya.

Kelima, tartib di antara kedua usapan.
Artinya harus mendahulukan usapan pada anggota yang harus didahulukan dan mengakhirkan usapan pada anggota yang harus diakhirkan.

Fardu Tayammum ada 5;

Pertama,
memindahkan debu yang suci dari wajah ke tangan dan seterusnya.

Kedua, niat tayamum.
Dengan berniat li-istibahat as-shalat
(diperbolehkannya mengerjakan ibadah shalat).
Jika hendak mengerjakan shalat fardlu,
maka berniat li-istibahat fardl as-shalat (diperbolehkannya mengerjakan shalat fardlu).

Ketiga, membasuh wajah.
Namun tidak diwajibkan debu tersebut memasuki celah-celah rambut yang ada di wajah sebagaimana air wudlu. Bahkan tidak dianggap sunnah.

Keempat, mengusap debu yang suci pada kedua tangan sampai kedua sikutnya.

Kelima, tartib di antara kedua usapan. Artinya harus mendahulukan usapan pada anggota yang harus didahulukan dan mengakhirkan usapan pada anggota yang harus diakhirkan.

PEMBATAL TAYAMUM

PEMBATAL TAYAMUM
Mubthilaatuttayammumi Tsalatsatun:
Maa Abtholal Wudhuu-a,
Warriddatu,
Watawahhumul Maa-i In Yatayammama Lifaqdihi

Segala yangg membatalkan tayammum itu ada3 :
Apa-apa yg membatalkan wudhu ,
dan murtad,
dan menyangka ia akan ada air jika ia bertayammum karena ketiadaan air .

Penjelasan Makna:
Ada Tiga Sesuatu yang Dapat Membatalkan Tayamum;

Pertama, Segala sesuatu yang bisa membatalkan wudlu dapat membatalkan tayamum. Secara rinci bisa dilihat pada pembahasan tentang sesuatu yang dapat membatalkan wudlu.

Kedua, Murtadl.
Jika seseorang yang mendadak mengeluarkan kalimat yang mengarah pada kemurtadlan di tengah-tengah atau setelah mengerjakan tayamum, maka seketika itu pula tayamumnya batal.

Ketiga, Menyangka adanya air.
Maksudnya adalah bahwa jika seseorang melihat fatamorgana yang berada mengapung di atas jalanan disangka itu adalah air, atau melihat segolongan rombongan yang sedang berjalan dan dikira membawa air, atau ada mendung tipis menggelayut di atas langit yang diduga akan menjatuhkan air hujan, maka dapat membatalkan tayamum.



NAJIS YANG BISA JADI SUCI


Alladzii Yathhuru Minannajaasaati Tsalaatsatun:
Al-Khomru Idzaa Takhollalat Binafsiha,
Wajildul Maytati Idzaa Dubigho,
Wa Maa Shooro Hayawaanan .

Yang menjadi suci padahal awalnya najis adalah tiga jenis:

Khomr apabila jadi cuka dengan sendirinya ,
dan kulit bangkai apabila disamak,
dan apa-apa yg jadi binatang

Syarh atau penjelasan :

Ada Tiga Perkara Najis yang Bisa Menjadi Suci;

Pertama, Arak ketika menjadi cuka, dengan sendirinya atau secara alamiah.
Perubahan dari arak menjadi cuka tanpa ada campuran seperti kimia atau tidak dengan menggunakan alat.
Maka jika perubahan dari arak menjadi cuka dengan menggunakan cairan kimia atau dengan menggunakan alat teknologi canggih, maka tetap dianggap tidak suci, alias masih termasuk barang yang najis.

Kedua, Kulit bangkai ketika sudah disamak.

Ketiga, hewan yang muncul dari sesuatu atau daging bagkai, meski dari bangkai hewan yang najis seperti bangkai anjing yang telah membusuk dan mengeluarkan ulat-ulat, maka ulat-ulat tersebut adalah hewan yang suci.

JENIS NAJIS
Annajaasaatu Tsalaatsun:
Mughollazhotun,
Wa Mukhoffafatun,
Wa Mutawassithotun.
Wal Mughollazhotu Najaasatul Kalbi Wal Khinzhiiri Wafar’i Ahadihima .
Wal Mukhoffafatu Baulushshobiyyi Alladzii Lam Yath’am Ghoyrollabani Walam Yablughil Haulaini wal Mutawassithotu Saairunnajaasaati.

Ada tiga macam najis,
yaitu najis mughalladhah (berat),
mukhaffafah (ringan),
dan mutawassitah (pertengahan).

Najis Mughalladah (berat) yaitu berupa anjing—meskipun anjing pintar seperti pandai bertugas mencari atau melacak bukti-bukti kejahatan—dan babi berikut anak-anak yang dilahirkan dari salah satu anjing dan babi tersebut.

Berkaitan dengan anak atau hewan yang dilahirkan dari rahim anjing dan babi telah dibahas panjang lebar oleh para ulama.

Rinciannya sebagai berikut, bahwa jika hewan yang dilahirkan dari perkawinan antara anjing jantan dengan anjing betina atau antara anjing jantan dengan babi betina atau sebaliknya adalah berbentuk anjing atau babi atau bahkan berbentuk manusia, maka hewan yang dilahirkan tersebut adalah najis.

Karena dalam kaidahnya dirumuskan bahwa far’ (anak atau cabang) harus dikutkan pada induknya.
Dengan kata lain anak secara hukum fikihnya harus diikutkan pada induknya.
Sedangkan anak dari anjing dan babi yang berupa manusia meski najis, akan tetapi jika dapat berbicara dan diberi akal yang sempurna sebagaimana manusia biasa maka ia ter-taklif dengan terbebani kewajiban dan larangan agama.

Jika anjing atau babi bersenggama dengan sapi atau kambing, kemudian melahirkan hewan yang berbentuk kambing, maka tetap dihukumi najis.
Karena hewan yang dilahirkan harus diikutkan pada induknya yang lebih rendah, yaitu hewan yang najis.

Sedangkan hewan yang dilahirkan dari hasil persenggamaan antara manusia dan anjing atau babi, maka dirinci,

pertama, jika berbentuk anjing atau babi maka najis.

Kedua, jika berbentuk manusia, ada dua pendapat, yaitu :

menurut Imam Ramli adalah suci,
sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar adalah najis yang dimaafkan (ma’fu ‘anhu), meski boleh sholat dan menjadi imam, boleh bergaul dengan manusia lain, boleh masuk masjid, dan tidak dianggap najis jika orang lain bersalaman dengannya. Bahkan boleh menjadi wali nikah dan boleh menjadi pemimpin—kecuali pendapatnya as-Syekh al-Khatib.


Adapun hewan yang dilahirkan dari hasil senggama antara kedua anak manusia (laki-laki dan perempuan) yang berupa anjing, maka tetap dianggap suci. Dan jika hewan itu dapat berkata-kata dan berakal sempurna, maka tetap dibebani perintah dan larangan agama (taklif). Karena taklif itu ada karena adanya akal sehat.
Demikian juga hewan yang dilahirkan dari hasil senggama antara kedua kambing (betina dan jantan) berupa manusia yang dapat berkata-kata dan berakal sempurna maka boleh disembeli dan boleh dimakan, meski ia adalah seorang khatib dan imam besar.
· Najis Mukhaffafah (ringan), yaitu berupa air kencing anak kecil yang belum makan sama sekali kecuali air susu dan belum sampai dua tahun.
Yang dimaksud dengan anak kecil tersebut adalah anak laki-laki. Dengan demikian mengecualikan air kencing anak perempuan dan banci (khuntsa), darah, dan tai, yang wajib dibasuh dengan air secukupnya.
· Najis Mutawassithah; semua najis yang selain yang telah disebutkan dalam najis mughalladah (anjing dan babi) dan mukhaffafah (air kencing anak kecil laki-laki yang hanya minum susu, belum makan dan belum sapai usia dua tahun) tersebut.




NAJIS MUGHOLAZOH
Al-Mughollazhotu Tathhuru Bighoslihaa Sab’an Ba’da Izaalati ‘Ainihaa Ihdaahunna Bituroobin . Wal Mukhoffafatu Tathhuru Birosysyil Maa-i ‘Alaihaa Ma’al Gholabati Waizaalati ‘Ainihaa . Wal Mutawassithotu Tanqosimu Ilaa Qismaini : Ainiyyatun Wa Hukmiyyatun . Al’Ainiyyatu Allatii Lahaa Launun Wa Riihun Wa Tho’mun Falaa Budda Min Izaalati Launihaa Wa Riihahaa Wa Tho’mihaa. Wal Hukmiyyatu Allatii Laa Launa Walaa Riiha Walaa Tho’ma Kafaa Jaryul Maa-i ‘Alaihaa .
Najis Mughollazhoh atau berat suci ia dengan membasuhnya 7 kali sesudah menghilangkan dzatnya salah satunya dengan tanah . Dan najis Mukhoffafah atau ringan suci ia dengan memercikkan air diatasnya serta rata dan sudah hilang dzatnya
Dan najis Mutawassithoh atau najis sedang terbagi kepada 2 bagian : ‘Ainiyyah dan Hukmiyyah . Adapun ‘ainiyyah yaitu sesuatu yg baginya ada warna dan bau dan rasa maka tidak boleh tidak dari menghilangkan warnanya dan baunya dan rasanya .
Dan najis hukmiyyah yaitu yg tidak ada warna dan tidak ada bau dan tidak ada rasa maka cukup mengalirkan air diatasnya.


Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Cara Penyucian Pada Tiga Macam Najis

Cara mencuci najis mughalladah adalah membasuh dan mensucikannya dengan tujuh kali basuhan atau sucian, setelah hilangnya bekas najis tersebut. Salah satu dari tujuh sucian tersebut harus dibarengi dengan debu. Sebab ada hadits nabi yang menyatakan bahwa, “basuhan terakhir dari tujuh basuhan harus dicampur dengan debu”; dan hadits yang lain menyatakan bahwa “basuha pertama dari ketujuh basuhan harus dicampur dengan debu”. Jadi mencampur debu bebas baik di awal atau di akhir basuhan.
Yang dimaksud dengan debu adalah endut atau tanah liat yang tercampur dengan air sehingga lembab atau pun debu yang berupa pasir lembut yang kering. Sehingga tidak bisa dianggap mensucikan najis mughalladhah dengan sabun, kayu atau yang lainnya.
· Najis mukhaffafah (ringan) dengan memercikkan air pada najis, dan diperkirakan bahwa najisnya dapat dihilangkan. Meskipun memercikkan airnya tanpa dilakukan oleh seseorang atau dengan air hujan yang menetes dari langit dan menetesi tempat atau sesuatu yang najis, maka dianggap cukup sebagai pembasuhan pada najis mukhaffafah (ringan).

Najis mutawasitah (pertengahan) ada dua, yaitu najis ‘ayniyah dan najis hukmiyah.

Najis ‘ayniyah adalah najis yang memiliki bentuk atau warna, bau, dan rasa. Disebuat dengan najis ‘ayniyah, sebab najisnya dapat ditangkap oleh panca indera. Cara penyuciannya harus secara total menghilangkan baik bentuk atau warna, bau dan rasanya.
Jika warna atau baunya susah dihilangkan setelah dibasuh berkali-kali, maka sudah dianggap cukup dan benda atau tempat yang terkena najis sudah bisa dianggap suci. Batasanya susah menghilangkan najis adalah dengan membasih tiga kali akan tetapi tidak dapat hilang bentuk atau baunya, maka sudah dianggap cukup atau suci. Sedangkan jika rasa najis susah dihilangkan maka benda atau tempat yang terkena najis bisa dikatakan najis yang ma’fu ‘anhu (dimaafkan).
Sedangkan najis hukmiyah adalah najis yang tidak memiliki bentuk, bau dan rasa. Cara menyucikannya adalah cukup dengan mengalirkan air pada benda atau tempat yang terkena najis.




HUKUM HAIDH
AQOLLUL HAIDHI YAUMUN WA LAILATUN WA GHOOLIBUHU SITTUN AW
SAB’UN WA AKTSARUHU KHOMSATA ‘ASYARO YAUMAN BILAYAALIIHAA. WA AQOLLUTH-THUHRI BAINAL HAIDHOTAINI KHOMSATA ‘ASYARO YAUMAN WALAA HADDA LIAKTSARIHI. AQOLLUN-NIFAASI MAJJATUN WA GHOOLIBUHU ARBA’UUNA YAUMAN WA AKTSARUHU SITTUUNA YAUMAN .

Sekurang-kurangnya haid yaitu 1 hari 1 malam dan biasanya 6 atau 7 hari dan paling banyaknya 15 hari dan malamnya.
Dan sekurang-kurangnya suci antara 2 haid yaitu 15 hari dan tidak ada batas untuk banyaknya .
Sekurang-kurangnya nifas yaitu sekali meludah dan biasanya 40 hari dan paling banyaknya 60 hari


Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah

Batasan Waktu darah Haidl
Batas sedikitnya waktu haid adalah satu hari satu malam.
Jika seorang perempuan yang mengalami heidl selama satu hari satu malam, maka waktu sucinya dalah dua puluh sembilan hari, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Batas umumnya waktu heid adalah enam atau tujuh hari dan tujuh malam.
Jika seorang perempuan yang mengalami heidl selama enam hari dan enam malam, maka waktu sucinya dalah dua puluh empat hari, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Jika seorang perempuan yang mengalami heidl selama tujuh hari dan tujuh malam, maka waktu sucinya dalah dua puluh tiga hari, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Batas maksimum waktu heid adalah lima belas hari dan lima belas malam.
Jika seorang perempuan yang mengalami heidl lima belas hari dan lima belas malam, maka waktu sucinya dalah lima belas hari dan lima belas malam, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Batasan waktu yang telah dirumuskan tersebut, batas minimum, keumuman dan maksimum adalah hasil ijtihan Imam as-Syafi’i dengan menggunakan metode istiqra’ (penelitian lapangan dan pengamatan secara langsung pada kebiasaan kaum Hawa).
Jika ada darah yang keluar dari alat kelamin perempuan yang berada di luar batasan-batasan waktu yang telah dirumuskan tersebut dianggap sebagai darah istihadhah (darah penyakit).


Batasan Waktu darah Nifas
Sedaikitnya nifas adalah satu tetes darah.
Batas keumuman nifas adalah empat puluh hari dan empat puluh malam.
Sedangkan batasan maksimum nifas adalah enam puluh hari dan enam puluh malam.
Jika ada darah yang keluar dari alat kelamin perempuan yang berada di luar batasan-batasan waktu yang telah dirumuskan tersebut dianggap sebagai darah istihadhah (darah penyakit).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar