Senin, 11 Februari 2019

Napak Tilas Nur Nabi muhammad saw (Bagian 2 dan 3)

Napak Tilas Nur Muhammad (bagian 2) …BERLABUH KEPADA MA’AD, SAATNYA SEMAKIN DEKAT…
( Riwayat 5 )
Pada garis keturunan ‘Adnan, dari satu generasi ke generasi selanjutnya, terdapat pribadi pribadi yang di sulbinya tersimpan NUR Nabi Muhammad saw.
Istri Nabi Ibrohim As yang bernama Sarah tak dapat menyembunyikan rasa cemburunya saat melihat jariyah-nya, Hajar, yang telah menjadi istri kedua Nabi Ibrohim, melahirkan anak lelaki, bernama Isma’il. Nabi Ibrahim As amat memahami perasaan sang istri. Karena itu, ia yang saat itu bermukim di Syam, berniat hendak menjauhkan putranya bersama Hajar dari Sarah. Ia pun membawa keduanya pergi hingga tiba di sebuah tempat yang dikehendaki Alloh kelak menjadi tempat tinggal anak cucu Isma’il As, yaitu lembah gersang di tengah Makkah.
Setiba di tempat itu, Nabi Ibrahmim As meninggalkan Hajar bersama putranya, Isma’il As, dengan menunggang untanya berjalan pulang ke Syam.
Sambil mengemban sang putra, Hajar berjalan tergopoh-gopoh mengikuti suaminya dari belakang unta seraya bertanya, “Kepada siapa engkau meninggalkanku bersama anakku ini?”
Ibrahim As menyahut singkat, “Kepada Alloh Azza wa Jalla”
Jawaban itu sama sekali bukan karena ia ingin berlepas diri dari tanggung jawab seorang kepala keluarga, namun tak lain karena ia sepenuhnya memahami apa yang akan terjadi kelak, atas kehendak Alloh.
Sejak saat itu Isma’il As tinggal di kota Makkah, hingga menurunkan banyak keturunan. Diantara keturunannya, terdapat kaum yang dikenal sebagai ‘Adnaniyyun, atau keturunan ‘Adnan. Karena berbagai kelebihan yang mereka miliki, kaum ini memiliki posisi istimewa di tengah tengah penduduk Makkah kala itu.
Di antara keistimewaan yang ada pada mereka adalah, pada garis keturunan ‘Adnan, dari satu generasi ke generasi selanjutnya, terdapat pribadi pribadi yang didalam sulbinya tersimpan NUR Nabi Muhammad Saw.
🌹Siapa Menanam Keburukan…🌹
Putra putra ‘Adnan tentunya menjadi generasi pertama kaum ‘Adnaniyyun. Di antara mereka ada yang bernama Ma’ad.
Isyarat akan keberadaan nur agung pada dirinya terlihat dari namaya, Ma’ad, yang berasal dari a’addahu, maksudnya ia dijadikan sebagai persiapan untuk suatu masa.
Ma’ad dikenal sebagai salah seorang yang memerangi Bani Israil. Disebutkan, bila ia berperang, tidaklah ia pulang kecuali dengan kemenangan. Dan itu disebabkan keberkahan NUR Nabi Muhammad yang ada di dahinya.
Saat mengutus Bukhtanashshor kepada bangsa Arab, Alloh perintahkan Nabi Armiya As untuk membawa Ma’ad diatas kendaraannya, agar Ma’ad tidak terkena kesengsaraan dan kebinasaan. dikatakan kepadanya, “Sungguh akan Ku-keluarkan dari sulbinya, seorang nabi mulia yang Ku-jadikan penutup para nabi.”
Armiya’ As pun mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya itu.
Saat istri Ma’ad tengah bersalin, Ma’ad melihat NUR Nabi Muhammad berkilauan diantara kedua mata si bayi. Betapa bergembiranya ia. Kemudian ia menyalakan dupa dan memberikan makanan. Ia mengatakan, ‘Sesungguhnya semua ini adalah
nuzr (sedikit) untuk hak dari kelahiran ini’
Si bayi, yang nama sebenarnya adalah Kholid, kemudian dipanggil dengan sebutan Nizar, yang berasal dari kata an-nazr atau nuzr.
Saat Nizar beranjak dewasa dan mengetahui bahwa didalam dirinya bersemayam NUR Muhammad, ia pun sangat berbahagia, hingga ia menyembelih hewan qurban dalam jumlah yang sangat banyak pada masa itu untuk dibagi bagikan.
Seperti ayahnya dan kakeknya, kehidupannya dan putra-putra Ma’ad lainnya ada pada zaman Nabi Musa As.
Sebagaimana diceritakan Rosululloh Saw dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dari Abu Umamah al-Bahili. Saat itu, Rosululloh Saw bercerita, tatkala ada perselisihan antara putra Ma’ad bin ‘Adnan yang berjumlah hingga 40 orang dengan Nabi Musa As saat bersama pasukan nya, Nabi Musa As hendak menyumpahi mereka. Maka kemudian turunlah wahyu dari Alloh, “Jangan kau sumpahi mereka, karena dari mereka itu kelak akan terlahir seorang nabi yang ummi dan pembawa kabar gembira, dan diantara mereka akan keluar umat yang dirahmati, yaitu umat Muhammad Saw…” saat wafat ia dimakamkan di suatu daerah bernama Dzat Al-Jaysy, dekat kota Madinah.
Sebelum wafat, ia mewasiatkan pejagaan kemuliaan NUR Muhammad kepada salah seorang putranya, Mudhor. Nama sebenarnya Umar. Ia digelari ‘Mudhor’ karena ia menyukai minum al-madhir atau susu asam (yoghurt). Versi lain mengatakan, ia dinamai Mudhor karena yamdhurul qulub, maknanya ‘banyak hati cenderung kepadanya’. Kecenderungan itu karena kecakapan dan ketampanannya, sebab, disebutkan, tidaklah seseorang melihatnya kecuali hatinya terpikat kepadanya.
Keberadaan NUR Muhammad berbekas jelas dalam kepribadian Mudhor, hingga ia dikenal sebagai seorang yang memiliki firasat dan ucapan penuh hikmah. Diantara ucapanya, “Orang yang menanam suatu keburukan akan menuai penyesalan”
📖Sejumlah hadits menyebutkan namanya, seperti yang dikeluarkan oleh Ibn Sa’d didalam Ath-Thabaqat, bahwasanya Rosululloh mengatakan, “Jangan kalian mencela Mudhor, karena ia telah berserah diri (di jalan Alloh)”.
Sementara dalam sebuah hadits yang dikeluarkan As-Suhaili, “Jangan lah kalian mencela Mudhor dan Robi’ah (saudara lelaki Mudhor), karena keduanya adalah orang orang yang beriman.”

( Riwayat 6 )
🌷Jangan Kalian memusuhinya🌷
Menjelang usia senja, Mudhor masih belum mendapatkan anak, sehingga ia merasa putus asa. Namun, diakhir usianya, Alloh menganugerahinya seorang putra, hingga digelarinyalah sang anak dengan sebutan Ilyas, atau Al-Ya’s, yang semakna dengan kata al-qunuth, ‘putus asa’. Adapun nama sebenarnya adalah Husain atau Habib.
Sebagaimana orang orang tuanya, postur badannya juga tinggi besar. Dikenal sebagai seorang ahli hikmah (memiliki kebijaksanaan), ia dihormati layaknya kedudukan Luqmanul Hakim ditengah tengah kaumnya. Ia juga dijuluki Sayyidul ‘asyiroh, atau ‘penghulu dari keluarga besar masyarakat’, pada saat itu. Disebutkan, gelar itu tidak diberikan kaumnya pada saat itu kecuali kepadanya.
Keberadaan NUR Muhammad dalam dirinya amat terang sebagaimana dikabarkan pada hadits mutawatir bahwa dari sulbinya terdengar suara dzikir dan ucapan talbiyah Rosululloh saw sebagaimana talbiyah orang yang sedang naik haji.
Diriwayatkan, dialah orang yang pertama kali wafat kakrena penyakit TBC. Istrinya sangat bersedih atas wafatnya, hingga sang istri bernadzar tidak mau tinggal di kota tempat Ilyas wafat, tidak mau tinggal di rumah atau berteduh di bawah atap. Ia menangisinya sepanjang siang dan malam, sampai air matanya mengalir di tanah, dan kemudian wafat dalam kesedihan.
Mudrikah adalah salah seorang putra yang ditinggalkannya. Nama sebenarnya ‘Amr. Ia digelari Mudrikah karena adraka kulla fakhrin wa ‘izzin fi aba’ihi, mendapatkan semua kemuliaan datuk datuknya. Disebutkan pula bahwasanya nurul mushthofa Saw zhahiran wa bayyinan fi jabinihi, NUR Muhammad saw tampak jelas didahinya.
Kemuliaan sifat sifat Mudrikah, berikut cahaya yang berada disulbinya, menurun kepada putranya yang bernama Khuzaimah. Salah satu pendapat mengatakan bahwa sebab penamaan ‘Khuzaimah’, liannahu khuzima, adalah karena NUR datuk datuknya dan NUR Muhammad berkumpull dalam dirinya.
Seorang penyair mengatakan, ‘Adapun Khuzaimah memiliki banyak kemuliaan akhlaq yang terdapat padanya dan tidak ada pertentangan tentang hal itu.”
Mengenai seorang putra Khuzaimah, disebutkan bahwasanya annahu fi kinni bayna qawmihi aw li annahu kana yukinnu asrarahum, “ia berada dalam penjagaan diantara kaumnya atau karena ia menjaga rahasia kaumnya.” Karena nya, ia dinamakan ‘Kinanah’.
Kinanah dikenal sebagai seorang pemimpin yang baik dengan kedudukan yang agung. Orang orang Arab mendatanginya karena ilmu dan keutamaannya. Kalau hendak makan, ia selalu mencari kawan untuk makan bersama, tidak mau makan sendiri.
Isyarat akan kedatangan Nabi Muhammad saw pernah dilontarkannya, yaitu saat ia mengatakan, ‘Sungguh, akan datang seorang nabi yang mulia dari kota Makkah yang dipanggil ‘Ahmad’. Ia menyeru kepada Alloh, kebaikan, dan akhlaq yang mulia. Ikutilah, niscaya akan bertambah kemuliaan kalian. Jangan kalian memusuhinya, karena sesungguhnya dia membawa kebenaran”.
Aku dilahirkan dari….
Diantara istri Khuzaimah (ayah Kinanah), ada yang bernama Barrah binti Udd bin Thobikhoh. Setelah Khuzaimah wafat, sebagaimana kebiasaan pada masa jahiliyyah, istrinya itu dinikahi oleh putra tertuanya, yaitu Kinanah.
Ada yang mengatakan bahwa An-Nadhr terlahir dari pasangan Kinanah dan Barrah binti Udd, janda ayah Kinanah sendiri. Pendapat tersebut adalah pendapat keliru.
Abu Utsman Al-Jahizh mengatakan, “Kinanah menikahi istri ayahnya itu, tapi kemudian istrinya itu wafat tanpa meninggalkan seorang anak laki laki atau perempuan baginya, maka ia menikahi keponakan istrinya yang telah wafat itu, yang bernama Barrah binti Murr bin Udd bin Thobikhoh. Maka kemudian lahirlah An-Nadhr.
Maka kebanyakan orang rancu dengan hal ini dikarenakan kesamaan nama kedua istrinya itu dan nasab keduanya yang dekat membuat susunan namanya pun hampir mirip.”
Ia menambahkan, “inilah kenyataan yang dipegang oleh para ahli ilmu dan ahli nasab, dan kita berlindung kepada Alloh atas (pandangan yang menganggap adanya) cacat dalam nasab Rosululloh saw. Karena, Rosululloh saw mengatakan, ‘Aku dilahirkan dari orang tuaku senantiasa dari pernikahan seperti halnya pernikahan islam’.
Nama sebenarnya adalah Qays. An-Nadhr adalah gelarnya, linadhorotihi wa husni wajhihi,
karena keelokan dan ketampanan wajahnya.
Hingga kemudian sisilah suci itu berlanjut kepada salah seorang putra An-Nadhr yang bernama Malik. Nama itu diberikan karena suatu saat kelak ia akan menjadi seorang pemimpin. Memang keadaan sebenarnya membuktikan itu. Setelah dewasa, ia menjadi pemimpin bangsa Arab di zamannya.


( Riwayat 7 )
🌴Sedikit yang Ada ditanganmu..🌴
Setelah An-Nadhr, tersebutlah nama salah seorang putranya yang tersohor, yaitu Fihr. Ia juga dinamakan Quraisy, li annahu yaqrusy,
maknanya “ia meneliti hajat orang yang memiliki hajat, kemudian ia menutupi hajat orang tersebut”. Sehingga menjadi kebiasaan bagi keturunannya yang memiliki kebiasaan seperti itu, hingga seorang Quraisy dikenali orang baik karena nasabnya maupun karena sifat terpujinya itu.
Berdasarkan pendapat yang paling tepat, Fihr adalah leluhur suku Quraisy. Karena suku itu sendiri mengambil nama suku dari namanya. Yang lainnya mengatakan bahwa leluhur Quraisy adalah An-Nadhr bin Kinanah, atau Ilyas bin Mudhor, atau Mudhor bin Nizar.
💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝
Kelanjutan penjagaan nur Muhammad dari sulbinya diteruskan kepada sulbi sang putra yang bernama Gholib. Diantara ucapan Fihr kepada anaknya itu, ‘Sedikit yang ada ditanganmu itu lebih mencukupi mu, daripada banyak tapi mencoreng wajahmu, sekalipun itu menjadi milikmu’.
Ia menamakan putranya dengan ‘Gholib’, bi an yashiro gholiban ‘ala a’da-ihi, karena ia akan menjadi orang yang menang terhadap musuh musuhnya.
Dari Gholib, NUR nan suci itu berpindah kepada putranya yang bernama Lu’ay. Kata lu’ay, yang merupakan perubahan berntuk dari kata la’ay,
semakna dengan kata al-anah, “perlahan lahan”. Dinamakan ia dengan itu, li annahu kana ‘indahu ta’annin fil umur, karena ia perlahan lahan pada setian urusannya.
🌎Segera datang pagi yang terang…🌎
Lu’ay memiliki putra yang ia namakan Ka’ab. Lantaran memandang ketinggian dan kemuliaan nya ditengah tengah kaumnya, karena kullu syai’in ‘ala fahuwa ka’bun, setiap sesuatu yang tinggi itu disebut ka’b. Sebagaimana juga Bait Al-Haram disebut ‘Al-Ka’bah’
Dialah yang pertama kali menyebutkan nama hari Jum’at , hari yang dulunya disebut sebagai hari ‘Arubah, karena di hari itu kaum Quraisy berkumpul. Saat itu ia mengingatkan mereka akan kebangkitan Nabi Saw, memberi tahu mereka bahwa nabi itu dari keturunannya, dan menyerukan kepada mereka agar mengikutinya.
Berdasarkan penuturan Abdurrahman bin Auf Ra, seperti dikemukaan Ibnul Jauzi dalam Al-Qofa bi Ahwalil Mushthofa, disebutkan bahwa Ka’ab bin Lu’ay mengumpulkan kaumnya disuatu tempat. Diantara yang dikatakannya adalah, “…Malam kelam perlahan lahan mulai hilang dan akan segera datang pagi yang terang dan terang benderang… hendaklah kalian menghias rumah suci kalian (Ka’bah) dan muliakanlah selalu. Kalian pun hendaknya tetap berpegang pada kesucian Ka’bah. Kelak akan datang berita besar bahwa dari tempat suci itu akan keluar seorang nabi yang amat mulia…”
Dia mengatakan, ‘Demi Alloh, bila aku ada pada saat itu (saat keberadaan Nabi Muhammad) dalam keadaan penuh kesadaran, aku akan putuskan dengan mantap, dan ku ikat seperti hal nya ku ikat sebuah unta.’
Ia menegaskan kembali hal itu seakan ia telah mengetahui bahwa nanti, disaat kemunculan Nabi Saw, kaum kerabatnya sendiri banyak yang mengingkarinya. ‘Duhai seandainya aku dapat menyaksikan dakwahnya (Muhammad Saw) ketika kaum kerabatnya sendiri yang pada awalnya mengharap kan datangnya kebenaran tapi kemudian menjadi hina (karena mereka mengingkarinya)
Imam Al-Mawardi mengatakan, ‘Inilah yang disebutkan sebagai fitrah-fitrah dari ilham, yang ditampakkan akal lalu terbukti akan kebenarannya, dan digambarkan oleh jiwa lalu terwujud.’ Itu terjadi sekalipun jarak wafatnya ia dengan hijrahnya Nabi Saw adalah 232 tahun didalam hitungan tahun Masehi. Disebutkan, ia termasuk orang yang paling jelas keberadaan NUR Muhamad pada dirinya.
👑Orang yang memuliakan orang hina…💞
Ka’ab meneruskan kepemimpinannya pada seorang putranya yang ia namakan ‘Murroh’. Ia dinamakan itu, li annahu yashiru murron ‘alal a’da’i, karena putranya ini akan berjalan melewati atau melangkahi musuh musuhnya, maksudnya ia selalu dapat mengalahkan dan menundukkan musuhnya. Begitu pun putra Murroh yang dikenal bernama Kilab. Sebabnya adalah limukalabatihil a’da’a fil harbi, karena ia selalu mengalahkan musuh dalam peperangan. Sedangkan nama sebenarnya adalah Hakim atau ‘Urwah atau Al-Muhadzdzab.
🎓Ia memiliki dua putra, Qushoy dan Zuhroh.
🎓Qushoi melanjutkan trah silsilah pewarisan bersemayamnya NUR Muhammad, hingga kelak sampai pada ayah Nabi Muhammad Saw, Abdulloh.
🎓Sedangkan, Zuhrah, menurunkan kabilah yang cukup disegani dimasa itu. Bani Zuhroh namanya. Diantara yang terlahir dari keluarga Bani Zuhroh adalah ibunda Nabi Muhammad saw, Siti Aminah. Karenanya, pada diri Kilab inilah bertemunya nasab kedua orang tua Nabi muhammad saw.
💝💝💝💝💝💝💝💗💗💗💗💗
Mengenai Qushoy putra Kilab, Abdul Mutholib, kakek Rosul Saw, pernah memujinya dengan sebuah qoshidah, “Datuk kalian Qushoy dipanggil Mujammi’ (orang yang mengumpulkan), dengan nya Alloh mengumpulkan seluruh kabilah Quraisy setelah mereka mulai terpecah belah menjadi 12 kabilah. Sebagaimana datuknya dulu, Ka’ab bin Lu’ay, ia juga mengumpulkan mereka untuk mengingatkan akan dibangkitkannya seorang nabi yang mulia di tanah haram.
📘📘📘📘
Sejarah mencatat, Qushoy memainkan peranan besar dalam sejarah Makkah saat ia menciptakan berbagai ketentuan penting mengenai peziarahan ke Ka’bah tiap tahun.
Dalam syari’at islam, ritus ziarah itu kemudian dikenal sebagai ibadah haji, setelah diadakan berbagai perubahan sesuai dengan prinsip prinsip ajaran islam. Diantara yang pernah dikatakannya, ‘Orang yang memuliakan orang yang hina, maka ia akan berserikat dengan kehinaannya.’
📖Para sejarawan mencatat nama Abdu Manaf sebagai putra Qushoy yang termulia, termasyhur, dan terkuat. Nama sebenarnya adalah Al-Mughiroh, biannahu yughiru ‘alal a’da’,
karena ia membuat segan musuh musuhnya. Ia dita’ati oleh suku Quraisy. Karena keelokan nya, ia juga dijuluki Qomarul Bathho’, ‘bulan yang indah’.
Diriwayatkan, NUR Muhammad memancar jelas dari wajahnya. Ia juga dikenal sebagai pemegang panji bendera Nizar dan tombak Ismail As.
Ia digelari ‘Abdu Manaf’ pada awal nya karena sewaktu kecilnya ibunya menjadikan ia sebagai pelayan berhala bernama Manat, hingga ia dikatakan ‘Abdu Manat’. Ayahnya melihat tanda tanda kemuliaan memancar pada dirinya, dan kemudian menggantinya dengan ‘Abdu Manaf’.
Adapun apa yang diperbuat ibunya terhadap dirinya tidak mengurangi kemuliaan dirinya, karena disebutkan bahwa hal itu dikarenakan ia menjaga berhala itu karena mahalnya harga berhala tersebut, dan tidak terjadi peribadatan atau i’tiqad ketuhanan terhadap berhala itu. Dan saat itu adalah masa fatrah ( masa kekosongan ) para rosul sebelumnya sudah wafat, sedang rosul berikutnya belum ada.
Mengenai keyakinan yang ada pada dirinya, diantaranya tergambarkan dari beberapa batu di zaman dahulu yang menuliskan perkataannya ‘Aku Al-Mughiroh putra Qushoy, ku wasiatkan kaum Quraisy untuk bertaqwa kepada Alloh dan menyambung silaturahim.’
Dikatakan tentang dirinya, ‘Sesungguhnya kaum Quraisy itu memiliki keturunan, maka meneteslah inti kemuliaannya kepada Abdu Manaf.’ Ia wafat di kota Makkah, ada pula yang mengatakan nya di kota Ghozzah.


( Riwayat 8 )
🌹Tidaklah aku menikah kecuali…🌹
Seorang putra Abdu Manaf, Hasyim, telah menampakkan jiwa kepemimpinannya sejak kecil. Bahkan dikatakan, ia telah memimpin kaumnya sejak masih kecil. Ia bernama Amr Al-‘Ula. Li’uluwwi martabatihi, karena ketinggian martabatnya. Disebutkan, setiap orang yang melihatnya akan mencium tangannya. Masyarakat Arab saat itu menyodorkan anak anak perempuan mereka kepadanya, agar ia berkenan menikahinya.
Ia seorang yang sangat mulia dan diagungkan di tengah tengah kaumnya. Dinamakan ‘Hasyim’ karena ia yahsyimu ats-tsarid li adh-dhaif,
memotong motong (menghidangkan) roti kering untuk tamu tamunya. Hingga dikatakan perihal Hasyim itu, ‘Hidangannya selalu tersedia, tidak terangkat, baik pada saat kesusahan maupun saat kekenyangan.’ Sampai saat ini ada ungkapan yang sering dikatakan orang, Al-Karam ‘inda Bani Hasyim, ‘kemuliaan dimiliki oleh bani Hasyim’. Ungkapan itu terutama saat menggambarkan bagaimana keluarga Bani Hasyim hingga saat ini memiliki kemurahan tangan dan kebiasaan memuliakan tamu-tamu mereka.
Ketika NUR Muhammad sampai pada sulbi Hasyim, tersebarlah berita diseluruh penjuru dunia bahwa sudah dekat saat datangnya nabi akhir zaman, yang diutus untuk seluruh umat manusia.
Para pendeta Yahudi dan Nasrani dizamannya berlomba lomba mendapatkan silsilah mata rantai NUR tersebut. Untuk tujuan itu, mereka menyodorkan putri putri mereka untuk dinikahinya, namun ia mengatakan , ‘Demi Alloh, Dzat yang telah melimpahkan kemuliaan kepadaku melebihi seluruh penghuni alam ini, tidaklah aku akan menikah kecuali dengan wanita tersuci di seluruh alam,’
Putra Hasyim yang bernama ‘Abdul Mutholib dilahirkan di Yatsrib, atau Madinah. Kulitnya sawo matang. Ia dibesarkan di Makkah, disisi pamannya, Al-Mutholib bin Abdu Manaf. 🌴Al-Mutholib, pamannya ini adalah leluhur Imam Syafi’i Ra.🌴
Sebelum ayahnya wafat, ia meminta kepada saudaranya, Al-Mutholib, ‘Adrik ‘abdak bi yatsrib.’ Artinya “ambillah hambamu (keponakanmu) di Yatsrib (Madinah).
Maka setelah Hasyim wafat, ia mengambil keponakannya itu dari ibunya di kota Madinah, untuk menyenangkannya. Maka kemudian ia disebut ‘Abdul Mutholib’
Saat dilahirkan, fi ra’sihi syaibah, ada uban dikepalanya, kelahirannya seakan udhifa lil hamd, dipersiapkan untuk dipuji. Itu karena banyaknya orang yang memujinya. Karenanya, nama sebenarnya adalah Syaibah Al-Hamd.
Ia adalah tempat mengeluh Bani Quraisy di kala mereka susah. Ia seorang yang cerdas, lisannya fasih, hatinya hadhir, dan sangat dicintai kaumnya. Berkah NUR Muhammad yang bersemayam dalam dirinya, kaumnya mengenal Abdul Mutholib akan doa doanya yang selalu dikabulkan Alloh swt.
Sekalipun belum masuk pada masa kenabian cucunya, ia TIDAK DIGOLONGKAN sebagai orang kafir. Ia termasuk dalam AHLUL FATROH. Dalam perang Hunain, Rosululloh mengatakan dengan penuh kebanggaan, ‘Aku seorang nabi, tidak berdusta, aku adalah putra Abdul Mutholib’
H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini (alm.), seorang ulama dan sejarawan islam yang produktif menulis buku, mengatakan , ‘Tidak mungkin beliau membanggakan Abdul Mutholib jika ia seorang kafir, sebab hal itu tidak diperkenankan.”
Sebagai sesepuh Quraisy, yang merupakan mayoritas penduduk Makkah, ia berseru dan menganjurkan penduduk agar segera meninggalkan Makkah, mengungsi ke daerah pegunungan yang aman. Sementara ia sendiri tidak pergi meninggalkan Mekkah dan hendak bertahan dengan cara apapun yang mungkin dapat ditempuh. Setiba bala tentara Abrohah di perbatasan Makkah, Abdul Mutholib berserah diri kepada Tuhan, penguasa Ka’bah. Seraya berpegang pada daun pintu Baitulloh itu, ia menengadahkan tangan, ‘Ya Tuhan, hanya Engkaulah Yang Maha Kuasa dan hanya Engkaulah yang dapat mengalahkan Abrohah beserta bala tentaranya. Engkau sajalah yang akan melindungi Rumah suci ini dari kejahatan manusia durhaka dan congkak.’
Kemudian terjadilah apa yang dikehendaki Alloh. Belum sempat pasukan Abrohah menyerbu ke Makkah. Alloh menghancurkan bala tentara itu dengan menurunkan burung-burung Ababil, yang melontari mereka dengan batu sijjil. Itulah kenyataan sejarah yang disaksikan sendiri oleh penduduk Makkah dari tempat tempat pengungsian, dan yang langsung diderita oleh bala tentara Abrohah.
Abdul Mutholib wafat pada usia 82 tahun, versi sejarah lainnya mengatakan 110 atau 120 tahun, kala Muhammad berusia delapan tahun.
Ummu Aiman, pengasuh Nabi, menceritakan, “Ketika saya melihat ia (Muhammad) duduk ditempat tidur Abdul Mutholib sampai menangis.” Dan ia masih terus menangis saat turut mengantar jenazah ke pekuburan Hajun, Makkah.
Abdul Mutholib mempunyai banyak putra, diantaranya adalah bernama Abdulloh. Dan Abdulloh inilah ayah Muhammad Shollallahu ‘alayhi wasallam, sang nabi akhir zaman yang sejak lama telah dinanti kedatangannya itu…….


Napak Tilas Nur Muhammad (bagian 3); AYAH BUNDA TERMULIA SEPANJANG MASA
( RIWAYAH 9 KHOTAM )
“Pecahlah ‘telur’ penciptaan Nya di alam mutlak yang tak terbatas ini. Menyingkap keindahan yang bisa disaksikan pandangan mata, mencakup segala kesempurnaan sifat keindahan dan keelokan.” Demikian ungkapan Habib Ali Al-Habsyi saat menggambarkan penciptaan nur Muhammad hingga kelahiran Rosululloh Saw.
Meresapi perjalanan cahaya nan agung ini dapat membawa pikiran kita pada satu kesadaran: adalah wajar jika kelahiran seorang Nabi yang dikehendaki Alloh dengan penuh kemuliaan sejak awal penciptaannya hingga penjagaan pada seluruh generasi leluhurnya, dibarengi dengan terjadinya peistiwa peristiwa luar biasa, sebagai pertanda kemuliaan dan keagungannya. Maka betapa ulama tidak mengatakan bahwa hari kelahiran Nabi Muhammad saw adalah hari raya terbesar bagi umat islam?
Alkisah, Abdul Mutholib dianugerahi putra yang ia namakan ‘Abdulloh’, buah pernikahan nya dengan Fathimah binti Amr. Syaikh Nawawi Banten mengisahkan didalam 📚Madarijush Shu’ud, bayi Abdulloh tumbuh besar dalam perkembangan yang begitu cepat. Setiap yang memandangnya berdecak kagum melihat kemilau cahaya yang anggun berwibawa dari wajahnya dan berbagai keajaiban yang terjadi pada dirinya.
Beranjak remaja, semakin tampak lah keistimewaan pada dirinya. Dalam 📚As-Sirah An-Nabawiyyah, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menceritakan, “Sesungguhnya Abdulloh adalah seorang Quraisy yang terindah diri dan kepribadiannya pada saat itu. Pada wajahnya, nur Muhammad bersinar kemilau. Tidak sedikit wanita Quraisy yang terpikat hatinya kepada Abdulloh.
Bukan hanya dikalangan suku Quraisy, bahkan para ulama ahli kitab di Syam, Palestina, pun mengetahuinya. Sehingga, setiap ada seorang suku Quraisy yang singgah di tempat mereka selalu diberi wasiat kepadanya bahwa nur yang ada pada diri Abdullah sesungguhnya adalah nur nabi akhir zaman.
Saat genap berusia 18 tahun, ada yang mengatakan 23 tahun, ayahnya menikahkannya dengan Aminah binti Wahb Az-Zuhriyah. Pilihan ayahnya didasarkan pada keutamaan pribadi gadis Bani Zuhrah yang kesucian dan akhlaq nya sangat kondang dikalangan kabilah nya itu.
Dr. Thaha Husain dalam ‘Ala Hamisy as-Sirah
memandang, pernikahan tersebut adalah peristiwa bernilai sejarah. Sementara Dr. Muhammad Husain Haikal dalam Hayat Muhammad mengatakan, ‘Abdulloh bin Abdul Mutholib seorang muda rupawan. Banyak wanita dan gadis di Mekkah yang bersimpati kepadanya… takdir ilahi telah menentukan Abdulloh sebagai ayah termulia yang pernah dikenal sejarah, dan Aminah, istrinya, sebagai ibu termulia sepanjang zaman.
Singkat cerita, sepulang perjalanan dagang dari Syam, Abdulloh singgah sementara di Yatsrib. Tak lama kemudian, ia jatuh sakit. Betapa cemas dan risaunya penduduk Makkah, khususnya para wanitanya, mendengar berita itu. Dr. M. Husain Haikal menggambarkan itu dalam perasaan yang dirasakan di hati mereka masing masing, “Duhai, alangkah sedihnya jika kemalangan yang menimpa dua orang pengantin baru itu dialami oleh mereka sendiri!”
Cemas bercampur gelisah, Abdul Mutholib memerintahkan putra sulungnya, Al-Harits, bersama sejumlah kerabat, segera berangkat ke Yatsrib untuk mengurus dan membawa Abdulloh pulang ke Mekkah.
Namun, baru saja Al-Harits tiba di Yatsrib, Alloh menghendaki lain. Abdulloh wafat setelah dua bulan menderita sakit.
🌞Cahaya meliputi Semesta🌞
Abu Sa’id Abdul Malik An-Naisabury di dalam 📚kitabnya Al-Kabir mengemukakan penuturan panjang lebar yang pernah dikatakan sendiri oleh bunda Muhammad Saw, diantaranya, “Lewat enam bulan sejak kehamilanku, aku melihat dalam mimpi seorang berkata kepadaku, ‘Hai Aminah, engkau sedang mengandung manusia termulia di jagat raya. Bila ia lahir, namailah dia ‘Muhammad’, tetapi sekarang janganlah engkau beritahukan kepada siapapun.”
Ibn Hajar pun mengetengahkan sebuah hadits dari Ummu Salamah Ra atas penuturan ibu susuan Muhammad Saw, Halimah As-Sa’diyah, bahwa Aminah binti Wahb pernah mengatakan kepadanya, “Ketika ia (Muhammad) keluar dari rahimku, kulihat percikan cahaya yang menyinari semua permukaan bumi hingga aku dapat melihat gedung gedung istana Syam.”
Sungguh tepat yang dikatakan Al Abbas Ra, pamanda Rosululloh Saw, saat merangkum perjalanan NUR Muhammad Saw dalam sebuah sya’irnya:
Sebelum terlahir ke dunia
engkau hidup senang di surga
Ketika aurat tertutup dedaunan
engkau tersimpan di tempat yang aman
Kemudian engkau turun ke bumi
bukan sebagai manusia, segumpal darah maupun daging,
tetapi nutfah yang menaiki perahu Nuh
Ketika banjir besar menenggelamkan semuanya
anak cucu Adam beserta keluarganya
Engkau berpindah dari sulbi ke rahim dari satu generasi ke generasi berikutnya
Hingga kemuliaan dan kehormatan mu berlabuh di nasab terbaik
yang mengalahkan semua bangsawan
Ketika engkau lahir, bumi bersinar
cakrawala bermandikan cahayamu
Kami pun berjalan di tengah cahaya
sinar dan jalan yang penuh petunjuk
Cahaya yang muncul secara tiba tiba pada saat kelahiran Muhammad Saw menandakan datangnya hidayah yang akan diikuti oleh umat manusia. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala, “Telah datang kepada kalian cahaya dari Alloh dan kitab suci (Al-Quran) yang memberi penerangan. Dengan itulah Alloh menunjukkan jalan keselamatan kepada orang orang yang mengikuti kehadiran Nya dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke cahaya terang, dengan seizin-Nya…” (QS.Al-Maidah:15-16)
Allohumma sholli wa sallim wa baarik ‘alaih wa 'ala alih…
Tamat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar